Sumut | Liputanresolusi.com
Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan empat pulau di perbatasan Aceh-Sumatera Utara (Sumut) menjadi bagian dari Provinsi Sumut, memicu ketegangan baru di antara dua wilayah yang selama ini hidup berdampingan secara harmonis.
Empat pulau tersebut—Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang—selama ini berada di wilayah perairan yang dipahami publik sebagai bagian dari Kabupaten Aceh Singkil. Namun kini secara sepihak ditetapkan sebagai milik administratif Tapanuli Tengah, Sumut.
Randa wijaya Kordinator Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia wilayah 1 Aceh – Sumut, mengecam keras keputusan ini.
> “Pemerintah pusat harus sadar bahwa wilayah ini bukan sekadar soal batas di atas kertas. Ada sejarah, ada darah, ada nilai budaya yang terancam diabaikan! Kepmendagri ini sangat provokatif dan rentan memicu kegaduhan sosial-politik di akar rumput. Jangan main-main dengan kedaulatan wilayah!”
Ia menambahkan, keputusan tersebut menunjukkan indikasi kuat bahwa pemerintah tengah mengabaikan realitas historis dan kultural, serta “mungkin saja sedang mencoba mengalihkan isu-isu besar lain di negeri ini dengan taktik pengalihan konflik antarwilayah.”
Mengingkari Semangat Helsinki
ISMEI Wilayah 1 menilai, keputusan ini tidak hanya melukai perasaan rakyat Aceh, tetapi juga menciderai semangat perdamaian Helsinki antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditandatangani 15 Agustus 2005. MoU itu secara eksplisit merujuk pada Undang-Undang No. 24 Tahun 1956, yang menjadi landasan sah keistimewaan dan batas kewilayahan Aceh.
> “Ini bukan hanya konflik administratif, ini ancaman pada integrasi sosial masyarakat. Jika pemerintah pusat tidak segera turun tangan dengan pendekatan objektif dan kajian mendalam, maka kami khawatir isu ini bisa berkembang menjadi konflik terbuka,”
Desakan Tegas: Selesaikan atau Rakyat Bertindak!
ISMEI Wilayah 1 meminta pemerintah pusat segera mencabut atau meninjau ulang Kepmendagri tersebut dan membuka ruang dialog terbuka dengan melibatkan akademisi, tokoh adat, dan perwakilan pemuda dari kedua provinsi.
> “Kami tidak akan diam jika pemerintah terus bermain-main di atas penderitaan rakyat. Jangan ciptakan bara di tanah yang telah kita jaga bersama. Jika konflik sosial terjadi, itu adalah kegagalan total pemerintah,” pungkasnya.
ISMEI Wilayah 1 juga menyerukan kepada seluruh mahasiswa ekonomi di wilayah Aceh dan Sumut untuk bersatu, melawan setiap kebijakan yang mengadu domba rakyat, serta terus mengawal stabilitas wilayah demi keadilan yang beradab.
(Wiwin)