Lampung timur | Liputanresolusi.com
Dua wanita pengaku Kasat Reskrim Polres Lamtim, PR(21) dan AR(36), yang berhasil memperdaya mantan Kades Trisinar, Margatiga, Kamirah, hingga menggelontorkan dana Rp 250 juta atas desakan penasihat hukumnya, BTP, ditengarai bagian dari sindikat penipuan.
Sebagaimana diketahui, aksi PR dan AR dengan mengaku-aku sebagai Kasat Reskrim Polres Lamtim kepada pengacara Kamirah, BTP, memang berhasil dihentikan polisi dengan menangkap keduanya pada 19 Maret lalu. Namun, belum lagi dua bulan dititipkan di Lapas Sukadana, kedua wanita yang informasinya berdomisili di Prabumulih, Sumatera Selatan, ditangguhkan penahanannya. Pada 17 Mei 2024 PR dan AR pun melenggang ke dunia bebas.
Apa alasan penangguhan terhadap dua wanita pengaku Kasat Reskrim Polres Lamtim itu? Ternyata amat sederhana: Karena penyidik Polres Lamtim belum berhasil membekuk pelaku utamanya.
Dalam aksi penipuan terhadap Kamirah yang saat itu tengah disidik Polres Lamtim terkait kasus korupsi dana desa anggaran tahun 2017 senilai Rp 264 jutaan, PR diketahui sebagai pemilik rekening, sedangkan AR mencari orang yang membuat dan membeli rekening atas nama PR.
Dimana indikasi kedua wanita ini bagian dari sindikat penipuan kelas kakap? Menurut penelusuran media ini Selasa (24/12/2024) siang, hal itu terungkap dari peran AR diketahui, wanita berusia 36 tahun ini meminta suaminya yang tengah menjalani hukuman di salah satu Lapas di Sumatera Selatan, untuk mencari orang membuatkan rekening sekaligus membelinya.
Itulah rekening BRI nomor: 0184-01-084605-50-3 atas nama PR. Setelah rekening ditangannya, Arie mengirimkan buku rekening -dan ATM-nya- ke BDM, yang diakui tinggal di Sulawesi Selatan, melalui jasa pengiriman.
Sudah sejauh mana Polres Lamtim menyisir aksi penipuan dengan “menjual” nama Kasat Reskrim ini? Kanit Resum Polres Lamtim, Bripka Arif, mengatakan bahwa untuk menyingkap perkara tersebut pihaknya telah berkoordinasi dengan Polda Sulawesi Selatan guna menemukan jaringan AR dan PR yang bernama BDM.
“Hanya memang, sampai saat ini BDM yang kami yakini sebagai pelaku utamanya, belum berhasil ditangkap, sehingga perkara ini belum bisa dilanjutkan penyidikannya,” ucap Bripka Arif, Selasa (24/12/2024) siang, di ruang kerjanya.
Mengenai ditangguhkannya penahanan PR dan AR, ia menjelaskan, karena adanya petunjuk jaksa dari Kejari Lamtim, dimana pelaku utamanya belum tertangkap. Sementara peran PR hanya sebagai pemilik rekening dan AR pembeli rekening.
“Selain itu, ada jaminan dari keluarga mereka. Itulah alasan penangguhan penahanan keduanya,” kata Bripka Arif.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus dua wanita yang “menjual” nama Kasat Reskrim Polres Lamtim dan memperdaya mantan Kades Trisinar, Margatiga, Kamirah, hingga mengalami kerugian Rp 250 juta ini layak dibilang berbau “konspirasi”, dan karenanya patut ditelusuri. Mengapa begitu? Karena menurut pengakuan FH, anak Kamirah, “terjebaknya” keluarga mereka dalam kasus penipuan tersebut tidak lepas dari desakan penasihat hukum Kamirah, BTP.
Minggu (22/12/2024) kemarin, melalui pesan WhatsApp, FH buka-bukaan mengenai kasus penipuan yang dialami keluarganya ditengah sang Ibu sedang menghadapi tuntutan perkara korupsi dana desa tahun anggaran 2017 senilai Rp 246 jutaan yang saat itu disidik Polres Lamtim sejak akhir tahun 2023 lalu.
FH membeberkan, semua berawal saat BRP, penasihat hukum ibunya, mengirimkan nomor rekening, dan meminta dirinya segera mentransfer sejumlah uang ke rekening tersebut.
“Karena BTP meyakinkan saya bahwa dia sudah bertemu Kasat, dan dari Kasat tersebut dia mengaku mengetahui nominal kerugian negara yang harus dikembalikan, yaitu Rp 250 juta,” kata FH.
Atas permintaan pengacara sang Ibu itulah maka pada hari Selasa, 6 Februari 2024, pukul 13.31 WIB, FH mentransfer dana Rp 50 juta ke rekening yang diberikan BTP, yaitu rekening BRI dengan nomor: 0184-01-084605-50-3 atas nama PR.
Dituturkan oleh FH, setelah dirinya mengirim uang, hari itu juga BTP mengajak bertemu di Metro.
“Dan saat ketemu di Metro, BTP menyampaikan kepada saya, bahwa pihak Polres minta hari itu uangnya dicukupkan menjadi Rp 140 juta. Lalu pada hari itu juga, pukul 14.50 WIB, kembali saya transfer Rp 90 juta, sesuai permintaan pihak Polres, yang disampaikan BTP kepada saya,” imbuhnya.
Tidak cukup sampai disitu. Keesokan harinya, tanggal 7 Februari 2024, Kamirah -sang ibu- dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka oleh penyidik Polres Lamtim. Sebelum berangkat ke Polres, lagi-lagi sang pengacara meminta FH kembali mentransfer uang agar kerugian negara sebesar Rp 250 juta dikembalikan seluruhnya.
“Karena kami niatnya baik dan ingin perkara yang menjerat ibu saya segera selesai, lalu saya mentransfer uang kekurangannya, sebanyak dua kali. Pertama sebesar Rp 100 juta pada pukul 10.37 WIB, selanjutnya pukul 10.52 WIB yang Rp 10 juta-nya,” aku FH seraya mengirimkan semua bukti transfer yang dilakukan keluarganya sesuai arahan pengacara sang ibu.
FH menambahkan, selepas mentransfer hingga totalnya Rp 250 juta ke rekening atas nama PR sebagaimana desakan BTP selaku penasihat hukum sang ibu, ia berpikir mereka akan segera ke Polres untuk memenuhi panggilan.
Tapi apa yang terjadi? “Ternyata kami; saya, kakak perempuan saya, serta ibu saya, diajak ketemuan dulu oleh BTP di rumah makan pindang sebelah kantor BPN Lamtim. Setelah itu kami diajak oleh BTP ke Indomaret yang ada di depan Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana.
Disitu BTP menelepon Kasat Reskrim, tapi saat itu nomor Kasat tidak aktif. Lalu BTP memerintahkan kami untuk pulang ke rumah, dan BTP pun pulang,” urai FH.
Anak mantan Kades Trisinar ini juga menceritakan, bahwa ibunya mengenal BTP, dari DPP yang merupakan ayah kandung BTP.
“Saya sebenarnya benar-benar kecewa terhadap BTP dan DPP ini, mas. Mereka sama sekali tidak ada perhatian kepada kliennya. Selama ibu ditahan di Polres, sama sekali mereka tidak pernah mengunjungi ibu saya. Bahkan setelah mereka tahu kami ditipu, selama satu minggu hp DPP tidak bisa kami hubungi, padahal dulu sebelum mentransfer uang atas perintah anaknya, saya sempat menelefon Pak DPP minta pertimbangan beliau. Saat itu beliau begitu meyakinkan saya, untuk segera mentransfer kerugian negara. Kata beliau waktu itu, nggak ada masalah, transfer aja, nanti kalau terjadi apa-apa saya yang nabraknya,” ucap FH, menirukan ucapan DPP yang diketahui seorang tenaga pengajar di FH Unila.
Benarkah BTP selaku penasihat hukum Kamirah mendesak FH mentransfer dana hingga Rp 250 juta ke rekening yang diberikannya, dan ternyata tertipu? Benarkah ia tidak mengenali suara Kasat Reskrim yang sesungguhnya sehingga begitu mudahnya “terjebak” dalam aksi penipuan yang merugikan kliennya? Sayangnya, sampai berita ini ditayangkan, belum didapat penjelasan dari yang bersangkutan. Bahkan, permintaan konfirmasi yang dikirimkan sejak Sabtu (21/12/2024) pagi pun, sampai saat ini belum ditanggapi.
(johan)